“Mir, bangun nak, sudah subuh”, ucap seorang ibu paruh baya.
“iya bu”, jawab anak itu.
Amir adalah seorang pengamen berusia 10 tahun. Ayahnya telah meninggal sejak 3 tahun yang lalu. Ia merantau ke Jakarta dan tinggal bersama ibunya yang hanya seorang pemulung serta kedua adiknya yang masing-masing berusia 6 dan 4 tahun. Untuk membantu ibunya maka ia memutuskan untuk mengamen.
“bu, Amir pergi ngamen dulu”, kata Amir
“iya, hati-hati nak, ibu dan adikmu sebentar lagi menyusul”, ucap ibu itu.
Amir biasa pergi mengamen sehabis sholat subuh. Ia mengamen di perempatan jalan, terkadang juga ia mengamen di dalam bis kota. Sedangkan ibunya biasa mulung di sekitar rumahnya. Karena usianya yang sudah renta, maka ibu Amir tidak kuat untuk berjalan terlalu jauh.
“assalammualaikum para penumpang semua. Sedikit lagu akan saya persembahkan untuk anda, semoga anda terhibur”, sapa Amir kepada para penumpang metromini.
“dimana… akan ku cari.. aku menangis seorang diri.. hatiku slalu ingin bertemu.. untukmu.. aku bernyanyi.. untuk ayah tercinta.……”. Sebuah lagi berjudul Ayah dinyanyikan oleh Amir dengan suaranya yang cukup merdu dan ditemani gitar tua peninggalan ayahnya. Para penumpangpun terhanyut dengan nyanyian dari hati itu. Receh demi recehpun masuk ke dalam bekas bungkus permen ditangannya.
“kenapa gak jadi penyanyi aja,dik?? Suaramu bagus.”, tiba-tiba seorang penumpang yang berada dijajaran belakang bertanya padanya.
“hehe nggak pak, saya tidak ingin jadi penyanyi”, Amir menjawab sambil cengar-cengir.
“Lalu, kamu mau jadi apa??”, Tanya bapak itu lagi.
“sebenarnya saya ingin bersekolah dan kelak jadi dokter. Tapi…..”, jawab amir dan seketika ia terdiam.
“tapi gak mungkin pak, itu hanya khayalan saya saja. Hahaha. Terimakasih pak sumbangannya”, lanjut Amir sambil tersenyum dan berlalu menuju ke depan untuk turun dari bis.
“hey nak, semoga suatu saat cita-citamu itu akan tercapai”, seru bapak itu. Amir hanya sekejap melihat kearah bapak itu, lalu ia tersenyum kecil.
“Terimakasih para penumpang, mohon maaf apabila perjalanan anda terganggu. Semoga anda selamat sampai tujuan”, ucap Amir kepada para penumpang sambil memberhentikan bis tersebut. Lalu ia pun turun.
Hari semakin siang, ia pun mampir ke SD yang biasa dia hampiri setiap habis mengamen. Ia selalu memperhatikan murid-murid SD yang sedang beristirahat. Ia membayangkan dirinya ada ditengah-tengah kumpulan anak SD tersebut. Ia pun sangat berharap bisa masuk ke SD tersebut walaupun hanya sekedar masuk ke dalam perpustakaan dan diijinkan membaca banyak buku.
“hey dek, kamu mau apa disini?? Sudah beberapa kali saya melihat kamu disini. Saya diamkan malah makin sering datang!! Mau mencuri ya?!”, seru seorang satpam.
“eh.. tidak pak.. saya hanya… hanya…”, ucap Amir terbata-bata. Ia berpikir bahwa tak mungkin dirinya bilang jika dirinya ingin masuk ke dalam SD tersebut.
“hanya apa?! Hanya ingin maling bukan mencuri?!! Sana pergi atau saya bawa kamu ke kantor polisi!!”, seru satpam itu lagi.
“ma..ma..maaf pak.. sumpah saya tidak ingin mencuri. Tapi, baiklah saya pergi.. maafkan saya pak”, kata Amir.
Ia pun pergi dari SD itu. Tak seperti biasanya, hari itu ia memutuskan untuk segera pulang. Biasanya menjelang magrib ia baru kembali ke rumah. Setelah mampir di mesjid lalu sholat zuhur, Amir pun pulang ke rumah.
****
“owh ternyata ibu belum pulang”, ucap Amir dalam hati.
Amir membuka tudung saji diatas meja makan, tapi hanya nasi sisa kemarin yang ada didalamnya. Laukpun tak ada. Seketika Amir menghitung uang hasil ngemennya. Receh demi receh ia hitung, dan lumayan hasil mengamen ia hari ini ada sekitar 20 ribu. Ia pun berniat untuk membelikan lauk untuk ibu dan adik-adiknya.
“lho, Mir, ini lauk darimana??”, ucap ibunya yang kaget tiba-tiba ada 3 potong tempe dan 2 bungkus nasi di meja makan.
“Amir yang beli bu. Tadi Amir lihat tidak ada apa-apa di meja, kasian adik-adik kalau tidak makan. Tadi juga Amir beli beras dan telur. Lumayan untuk persediaan nanti malam bu.
“Ya ampun Mir… kenapa tidak menunggu ibu dulu nak?? Uang yang kamu dapat hari ini jadi habis semua, tak ada yang kau tabung. Maafkan ibu nak, ibu selalu merepotkanmu”, ucap ibu Amir sambil meneteskan air mata.
“gak apa-apa bu… “, ucap Amir sambil mengelap air mata ibunya.
“bagaimana hari ini bu, ibu dapat apa saja??”, Tanya Amir.
“alhamdulilah nak, tadi di komplek sebelah ada acara, jadi banyak gelas-gelas air mineral dan dus-dus yang bisa ibu jual ke penadah, lalu ibu juga menemukan panci yang sudah tidak terpakai, tadinya mau ibu ambil, tapi mengingat adikmu yang lapar, jadi ibu jual. Jadi, hari ini ibu mendapat 10 ribu”.
“owh.. Alhamdulillah bu kalau gitu. Uangnya disimpan saja untuk besok lagi. Ayo sekarang kita makan”, kata Amir.
“Ika, Ina, ayo makan…”, ajak Amir pada dua adiknya.
“hore……asiikkk”, seru Ika dan Ina.
“lauknya dibagi-bagi ya…”, ucap amir.
“iya mas… “, kata Ika.
“udah makan, jangan lupa sholat ashar ya”, ucap Amir lagi.
“siap mas…”, jawab Ina. Ibu Amir hanya menatap Amir dengan haru.
****
Malam pun tiba, tapi hingga larut, amirpun belum bisa tertidur. Ia masih membaca buku dengan disinari lampu petromak. Dulu Amir sempat bersekolah hingga kelas dua SD. Saat ia harus pindah ke Jakarta, ia selalu membawa buku-buku yang ia punya. Sedikit demi sedikit ia mengumpulkan uang untuk membeli buku ataupun koran bekas.
“kamu belum tidur nak?”, Tanya ibu.
“belum bu. Amir masih baca-baca”, jawab Amir. Suasana hening sejenak. Hanya terdengar suara binatang malam yang bersahutan.
“bu, apa Tuhan selalu menjawab doa hambanya??”, tiba-tiba Amir bertanya memecah keheningan.
“kenapa kamu nanya seperti itu?”, ibu Amir terheran.
“Selama ini, tepatnya semenjak Amir tidak bersekolah lagi, Amir selalu berdoa agar Amir bisa melanjutkan sekolah Amir. Tapi kenapa selama kurang lebih 3 tahun ini doa Amir belum dijawab??. Amir ingin sekali mengejar cita-cita Amir”, ucapnya lirih.
“Nak, kamu harus yakin, Tuhan pasti akan menjawab doa hambanya yang berdoa dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras, tapi tidak selalu harus dalam waktu yang cepat. Mungkin selama ini Dia menguji kesabaranmu nak, ketabahanmu, dan kesungguhanmu. Kamu harus percaya suatu saat mimpimu itu akan tercapai”.
“tapi, ini udah terlalu lama bu, Amir sudah tertinggal 3 tahun dari teman-teman sebaya amir. Kalau doa-doa amir tidak segera dikabulkan, Amir akan semakin jauh tertinggal dari mereka. Amir malu bu kalau suatu saat amir bisa bersekolah lagi, tapi usia amir sudah bukan usia anak kelas 3 SD lagi. Saat ini pun seharusnya Amir sudah kelas 5 bu”.
“Amir..kamu harus sabar nak. Kamupun tidak perlu malu. Tidak ada kata terlambat untuk belajar nak, sekalipun usiamu sudah jauh bertambah. Apalagi setiap hari kamu juga belajar sendiri, siapa tahu ternyata kemampuan kamu sudah bukan kemampuan anak kelas 3 SD tetapi kemampuanmu jauh di atas itu”.
“Amir ingin sekolah bu. Amir gak mau hanya sekedar bermimpi. Amir ingin mewujudkan mimpi itu bu”.
“tapi ibu belum punya uang nak.”
“Amir akan selalu berusaha untuk mendapat sekolah gratis bu. Seandainya ayah masih ada, walaupun hidup kita sangat pas-pasan, tapi setidaknya keuangan kita agak terbantu bu”.
“iya.. tapi bagaimanapun keadaan kita sekarang, kita tetap mesti mensyukurinya nak. Dan kita juga harus selalu bekerja keras”.
“ya bu… ya sudah, Amir tidur dulu bu”
“ya. Jangan lupa berdoa dulu nak”
“pasti bu”.
Pembicaraan Amir dan Ibunya malam itu sungguh pembicaraan yang penuh haru. Tak henti-hentinya ibu Amir meneteskan air mata sambil berdoa agar mimpi anaknya itu bisa segera terwujud. Ia pun ingin anaknya kembali bersekolah. Amir yang saat itu sebenarnya ingin menangis pun berusaha tegar untuk tidak menangis dihadapan ibunya. Tangisannya itu ia keluarkan disaat ia akan tertidur di kamarnya.
****
Tahun demi tahun ia lewati di ibukota. Tapi uang hasil mengamen dan memulung pun belum cukup untuk biaya sekolah. Uang yang didapatkan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, itupun terkadang tidak terpenuhi karena urusan-urusan yang tidak terduga. Belum lagi preman-preman yang selalu meminta jatah pada Amir sehingga mengurangi hasil mengamennya. Selama 3 tahun hidup di Jakarta, sudah berkali-kali ia dan keluarganya harus pindah-pindah tempat tinggal. Rumahnya yang hanya sebuah gubug sederhana dan terletak di pemukiman kumuh tak jarang menjadi sasaran penggusuran. Hingga 3 bulan terakhir ini ia tinggal di pinggiran rel kereta api walau ia tahu suatu hari pasti akan terkena gusuran lagi. Tapi Amir tak peduli, selama ada kesempatan untuk tinggal, dia wajib mensyukuri itu. Yang penting ia mendapat tempat berlinding dari dinginnya malam walau hanya sebuah gubug kayu reyot.
Bagi Amir, ngamen adalah bagian dari hidupnya. Dari kecil ia sudah diajak ngamen oleh almarhum ayahnya dari bis ke bis. Sehingga saat ini ia pun terbiasa ngamen diatas metromini. Tetapi akhir-akhir ini, Ia mulai memberanikan ngamen di tempat-tempat orang nongkrong dan makan. Seperti biasa pengunjungpun terpana dengan kemerduan suaranya. Lagu demi lagu ia nyanyikan setulus hati. Berbagai permintaan lagu dari pengunjungpun ia tanggapi.
“heh anak kecil, mana jatah gue??”, bentak seorang preman saat Amir beristirahat setelah ngamen.
“maaf bang, saya baru aja ngamen bang, jadi uang saya belum cukup untuk ngasih abang setoran”, ucap Amir
“halah bohong lu!! Gue liat tadi lu nyanyi banyak benget, otomatis bayaran lu juga gede kan!!!”, bentaknya lagi.
“bener bang saya ga bohong”, amir memelas.
“ah bohong. Ini apa?? Lu kata ini daun bukan duit!!!!”, preman itu merebut bungkus permen sebagai wadah uang dan mengambil paksa uang yang ada di saku Amir. Preman itu geram dan memukuli amir.
“aw..ampun bang…”, Amir meringis kesakitan.
“woy woy polisi woy……”, ucap salah satu teman preman. Seketika preman-preman itu berlarian, tetapi tetap saja mereka tertangkap. Amir yang babak belur dilarikan ke rumah sakit.
Ibu Amir kaget bukan kepalang mendengar berita itu. Ia dan kedua adik Amir langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan Amir. Untung saja luka Amir tidak terlalu parah, ia hanya mengalami memar dan diberi obat, lalu ia diperbolehkan untuk pulang.
****
Gara-gara kejadian dengan preman itu, Amir menjadi agak takut untuk mengamen. Maka sememntara waktu ia tidak mengamen tetapi hanya pergi menuju SD yang biasa dia tuju setelah mengamen.
“mungkin aku harus nekat untuk masuk ke perpustakaan SD itu. Aku ingin sekali membaca buku-buku IPA. Ya, aku mesti nekat”, ucap amir memantapkan hatinya.
Ketika sedang libur sekolah dan satpam sedang tak ada di posnya, dengan mengendap-endap Amir masuk kedalam sekolahan. Ia pun langsung menuju perpustakaan yang kebetulan saat itu penjaganya sedang ke kamar kecil. Dengan segera ia mencari buku-buku IPA. Ia membaca dan mempelajari buku itu. Ia senang bukan kepalang bisa mendapatkan banyak ilmu. Berbagai bukupun ia baca secara sembunyi-sembunyi di kolong meja. Tetapi akhirnya penjaga perpustakaan yang sudah kembali dari kamar mandi merasa curiga karena pintu perpustakaan terbuka dan buku-bukupun ditaruh pada tempat yang tidak semestinya. Sang penjaga memutuskan untuk memanggil satpam dan meminta bantuan untuk menyelidiki siapa yang masuk ke dalam perpustakaan. Karena saat itu adalah liburan dan tidak mungkin ada murid yang masuk ke perpustakaan.
Amir sungguh ketakutan. Ia sangat takut ketahuan dan dimarahi oleh semua orang yang ada disekolahan. Keringat dingin bercucuran di tubuhnya. Jantungnyapun berdegup sangat kencang. Pak satpam yang mondar-mandir mencari akhirnya memutuskan untuk mencari di kolong-kolong meja dan akhirnya Amir pun ketahuan.
“hey kamu!!! KELUAR!!! Kamu anak yang tiap hari di depan gerbang itu kan!!!!!!”, seru satpam itu sambil menggusur Amir dengan kasar.
“siapa anak ini pak??”, Tanya penjaga perpustakaan.
“dia ini pengamen bu, dia biasa berdiri di depan gerbang dan memperhatikan murid-murid disini”, jawab satpam.
“kamu mau mencuri buku ya!!!”, satpam itu kembali bertanya dengan kasar.
“eng…enggak pak.. saya ha..hanya ingin membaca”, jawab Amir terbata-bata.
“ah tidak mungkin, buktinya itu buku kamu pegang”, seru satpam.
“kita bawa keluar aja pak”, ucap penjaga perpustakaan.
“bagaimana bu, apa kita laporkan polisi saja anak ini???”, si satpam kembali bertanya sa,bil mengikat tangan Amir.
“jangan dulu pak, lebih baik kita laporkan pada kepala sekolah dulu, biar beliau yang mengorek keterangan dan memutuskan akan diapakan anak ini”, kata penjaga itu.
“baik bu kalau begitu”
“ya sudah, saya telepon bapak kepala sekolah dulu. Huft untung saja hari ini saya lagi beres-beres perpustakaan”, ucap penjaga sambil berlalu.
Tak lama kemudian kepala sekolah pun datang. Ia sungguh kaget mendengar ditangkapnya seorang anak kecil yang dikabarkan akan mencuri di perpustakaan.
“lho, kamu..kamu bukannya pengamen yang dulu nyanyi lagu ayah di metromini itu ya?”, Tanya kepala sekolah. Amir hanya mengangguk.
“bapak kenal dengan anak ini?? Bapak pernah naik metromini??? Bapak gak salah kan??”, Tanya penjaga perpustakaan.
“ya waktu itu mobil saya di bengkel dan saya ada keperluan mendadak, sehingga saya memutuskan naik metromiini saja. Anak ini waktu itu ngamen di dalam metromini, suaranya merdu, semua penumpang pada saat itu terhanyut dalam nyanyiannya”, jawab kepala sekolah.
“emm nak, kenapa kamu ada didalam perpustakaan? Benar kamu mencuri?”, kepla sekolalah bertanya pada Amir dengan lembut.
“s..ss..ssaya gak mencuri pak. Saya hanya ingin membaca buku”, jawab Amir sambil menangis.
“oow.. tapi kenapa kamu masuk diam-diam?”
“saya gak berani untuk meminta ijin pak. Jadi saya nekat untuk masuk diam-diam walau saya tahu ini perbuatan yang tidak baik. Ma..mafkan saya pak. Sumpah saya gak ada maksud mencuri”.
“kamu ingin sekolah?? Cita-cita menjadi dokter masih tertanam di pikiran kamu??”
“ya. Pikiran itu selalu tertanam pak. Dan itu menjadi alasan kenapa saya nekat melakukan ini. Saya hanya ingin belajar pak”.
“Pak Dadang, lepaskan ikatan anak ini, bebaskan dia”, perintah kepala sekolah pada satpam.
“tapi pak…”,satpam itu heran.
“sudah lepaskan saja. Nak, boleh bapak ke rumahmu dan bertemu orangtuamu??”.
“jangan pak, saya tidak ingin ibu saya mengetahui hal ini. Kasihan beliau pak”.
“kamu tenang saja, bapak tidak akan memberitahu hal ini. Bapak hanya ingin bilang bahwa kamu boleh bersekolah disini gratis”.
“hah???apa pak??? Gratis???”. Ucap Amir tidak percaya. Penjaga perpustakaan, satpam, dan penjaga sekolah terkaget-kaget mendengar pernyataan tersebut.
“ya gratis. Kamu punya potensi nak, itu sudah terlihat sejak pertama saya melihat kamu”, ujar kepala sekolah.
“horeeeee…. Alhamdulillah… terimakasih pak… terima kasih tuhan akhirnya doaku terkabul”, seru Amir bahagia.
Saat itu juga kepala sekolah berkunjung ke rumah Amir. Ia menjelaskan kepada ibu Amir dari awal pertemuannya hingga tadi dia bertemu di perpustakaan. Kepala sekolahpun sesekali mengetes kemampuan Amir dan hasilnya Amir bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh kepala sekolah, baik itu soal matematika,IPA, bahasa Inggris, dan pengetahuan umum. Ibu Amir tadinya sempat kecewa mengetahui anaknya menyelundup ke sekolahan, tapi akhirnya ia menangis bahagia karena apa yang diharapkan anaknya bisa terwujud. Ini langkah awal bagi anaknya untuk mengejar impiannya menjadii dokter. Akhirnya mulai tahun ajaran baru, Amir mulai bersekolah. Ia yang seharusnya melanjutkan dari kelas 3 SD, langsung loncat ke kelas 5 SD karena kemampuannya. Ia memutuskan untuk tetap mengamen sehabis pulang sekolah.
Selama bertahun-tahun sekolah, berbagai prestasi ia raih. Ia selalu menjadi juara umum, memenangkan olmpiade biologi, mendapat beasiswa, membentuk sebuah band saat dia SMA dan memenangkan berbagai festival, dan pada akhirnya dia dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang dokter.
Amir tak henti-hentinya bersyukur. Ucapan ibunya dulu, kini terbukti. Kesungguhan, kerja keras , dan selalu berdoa membuahkan hasil yang manis. Dia yakin di alam sana, ayahnya pun bangga padanya. Dulu dia bukan apa-apa, dia hanya pengamen tapi sekarang ia menjadi seorang dokter yang terbaik dii Indonesia.